Pada suatu kejadian sering kali kita membenci seseorang, secara tidak sadar, kita tidak memperdulikan kesalahan atau kekurangan yang ada pada diri kita. Alhasil, saat terjadi perselisihan, kita hanya fokus pada kesalahan orang lain tanpa memandang kesalahan diri kita sendiri. Kita memandang seolah orang di depan kita tak pernah melakukan hal baik. Begitulah sifat manusia.
Contoh
sederhana yang sering terjadi secara umum misalnya, kita terkadang menyalahkan
atau membenci seseorang yang mengkritik atau memberi masukan atas kesalahan
atau kekurangan kita, seperti kita terlalu ceroboh, teleldor, terburu-buru,
egois, tergoda nafsu, suka bertindak semaunya, tidak mengindahkan orang lain,
berkata kasar/kotor, kurang menjaga kesopanan, dan sebagainya yang tidak pernah
kita sadari.
Kebanyakan
dari kita menganggap orang itu keterlaluan karena menilai buruk diri kita.
Tidak jarang pula, kita sampai berani memarahi atau membalasnya dengan
keburukan yang lebih parah. Kritikan menjadi ucapan atau perkataan yang
menyakitkan bagi telinga kita.
Lalu
mengapa bisa demikian? Pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang mudah
terlena akan pujian, tetapi tidak kuat ketika mendengar kritikan. Menjadi
sempurna adalah patokan utama sifat manusia. Tentunya, kita tidak ingin
terlihat cacat atau buruk di mata orang lain. Kita pasti akan menunjukan
keunggulan kita. Hal ini sangat wajar terjadi. Namun, perlu kita sadari, bahwa
kesalahan bukan sepenuhnya dari orang lain. Terkadang kita juga melakukan
kesalahan, tetapi kita tidak menyadarinya.
Mengunggulkan
diri sebenarnya memang perlu, tetapi harus sesuai dengan situasi dan kondisi
yang ada. Jika kita ingin menarik hati lawan jenis atau menarik klien dalam
berbisnis. Tentu kita akan memberikan apa yang menjadi keunggulan kita. Namun,
kita harus ingat bahwa sebagai manusia tentu kita bisa saja membuat kesalahan.
Jadi, jika ada kritikan dari orang lain, baik kritikan halus yang disertai
solusi maupun kritik pedas atau nyinyir, kita juga harus tetap
mempertimbangkannya.
Suatu
kritik biasanya menunjukan kepada kita akan sesuatu yang kurang tepat dalam
cara kita bersikap. Kritikan tercipta bukan untuk melemahkan kepribadian
seseorang, melainkan untuk memperbaiki kesalahan dan meningkatkan kepribadian
baik individu itu sendiri. Seseorang dengan kepribadian baik tidak akan
menganggap kritikan sebagai sebuah cekaan atau hinaan, tetapi ia akan
menjadikannya batu loncatan dalam memperbaiki kualitas dirinya.
Sebagai
manusia, tentunya kita dapat membedakan antara kritikan dengan hinaan
(fitnah). Tidak salah bila kita harus terus introspeksi diri terhadap apa yang
telah kita perbuat. Seseorang dengan keburukan selamanya tidak akan berkembang,
tetapi seseorang dengan kebaikannya tentu akan disegani dan dihargai oleh
sesamanya.
Memang, ada
kalanya kita bersikap masa bodoh terhadap omongan orang lain, tetapi ingatlah,
kesalahan kecil apapun yang kita lakukan tetap mempunyai dampak dimata orang
lain baik itu besar atau kecil. Selalu bersikap sebaik mungkin dan terus
memperbaiki diri adalah proritas utama untuk mengembangkan kerpibadian kita.
Selain itu kita juga perlu masukan-masukan dari orang lain agar kita mengetahui
hal apa saja yang harus kita perbaiki. Sejatinya, salah satu ciri orang hebat yaitu ia yang sadar dan berani
mengakui kesalahannya sendiri.
Sesuai
pembahasan ini, para ahli psikologi juga ikut mengemukakan pendapat tentang hal
buruk dalam diri individu, contohnya Sigmund Freud yang merupakan psikoanalisis
menyebut bahwa hal buruk dalam diri individu dapat muncul dalam bentuk
insting-insting primitif yang tidak terkendali seperti dorongan seksual atau
agresi, serta hal buruk ini merupakan bagian dari struktur kepribadian manusia
yang disebut “id”, yang perlu diatur oleh “ego” dan “superego” untuk menjaga
keseimbangan dan menghidari konsekuensi negatif.
Carl Jung
yang merupakan seorang psikologi analitis, juga memandang hal buruk dalam
individu sebagai bagian dari apa yang disebut bayangan (shadow). Bayangan
adalah aspek tak terkendali, tersembunyi, dan tidak disadari dari kepribadian
individu ydang terdiri dari sifat-sifat negatif seperti kecemburuan, kemarahan
atau ketakutan. Menurut Jung, mengakui dan mengintegrasikan bayangan dalam diri
merupakan langkah penting dalam perkembangan diri.
Albert Bandura
yang merupakan psikolog sosial juga melihat hal buruk dalam diri individu
sebagai hasil dari pembelajaran melalui pengalaman sosial. Teori “belajar
sosial” Bandura menyatakan bahwa individu dapat meniru perilaku buruk yang
mereka saksikan dan belajar untuk
melakukannya melalui penguatan atau hukuman yang mereka alami. Hal buruk ini
dapat meliputi perilaku agresif, kekerasa, atau perilaku antisosial lainnya.
Terakhir ada
Lawrence Kohlberg yang merupakan psikolog perkembangan, Ia menghubungkan hal
buruk dalam diri individu dengan perkembangan moral. Menurut teori “perkembangan
moral” Kohlberg, setiap individu melalui serangkaian tahap perkembangan moral
yang berbeda-beda. Pada tahap yang lebih rendah, individu mungkin terfokus pada
kepentingan diri sendiri dan cenderung mengabaikan norma-norma dan hak-hak
orang lain. Hal buruk dalam diri individu dapat tercermin dalam perilaku yang
tidak etis atau tidak adil.